ini adalah bagian dari cerita ku.. aku mencoba untuk mendokumentasikan nya dalam dunia maya, agar keluarga ku yang jauh dapat selalu menjalin tali silaturahmi... amin..

Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan.
Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu
bukan pilihan, itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun adalah
kesempatan.
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan
segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang
terjadi, itu adalah pilihan.
Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih
menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih
untuk mencintainya, itulah pilihan. Perasaan cinta, simpatik, tertarik,
datang bagai kesempatan pada kita.

Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan.
Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin
sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung
pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil"
Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada
seseorang yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu.
Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk
mendapatkannya, atau tidak...
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan
tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan.
Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk
dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna
dengan cara yang sempurna.
Bertahun-tahun yang lalu, Aku berdoa kepada Tuhan untuk memberikan pasangan hidup, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak memintanya", Tuhan menjawab. Tidak hanya Aku meminta kepada Tuhan, Aku menjelaskan kriteria pasangan yang kuinginkan. Aku menginginkan pasangan yang baik hati, lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, penuh perhatian. Aku bahkan memberikan kriteria pasangan tersebut secara fisik yang selama ini kuimpikan. Sejalan dengan berlalunya waktu, Aku menambahkan daftar kriteria yang kuinginkan dalam pasanganku.

Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hatiku," Hamba-Ku, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan. " Aku bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia menjawab, " Karena Aku adalah Tuhan dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah benar." " Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang aku pinta dari-Mu?" " Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskannya kepada-Mu, Adalah suatu ketidak adilan dan ketidakbenaran bagi-Ku untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagi-Ku untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar, atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam, atau seseorang yang mudah mengampuni tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam, seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."

Kemudian Ia berkata kepadaku, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai semuanya itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu.

Pernikahan adalah seperti sekolah - suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid. Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu seseorang yang dapat tumbuh bersamamu."
Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, Nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara Kakek dan Nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."
Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, Nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.
Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.
Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi.... kosong. kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."
Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apa pun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."
Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian.
"Namaku Linda. Aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberiku sebuah pelajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan mengagumkan penuh gairah seperti dalam novel-novel roman, walau begitu menurutku ini adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari itu semua.

Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda alhabsyi dan ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan dan kata ayahku ia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk ke dalam ruangan. Saat itu ayah tahu, bahwa inilah perempuan yang akan menikah dengannya. Hal ini menjadi kenyataan, kini mereka telah menikah selama 40 tahun dan telah memiliki tiga orang anak, aku anak tertua, telah menikah dan memberikan mereka dua orang cucu.

Mereka bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi orang tua yang sangat baik bagi kami, mereka membimbing kami, anak-anaknya dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan. Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Saat itu beberapa ibu-ibu tetangga kami mengajak ibuku pergi kepembukaan pasar murah yang mengobral alat-alat kebutuhan rumah tangga. Mereka mengatakan saat pembukaan adalah saat terbaik untuk berbelanja barang obral karena saat itu saat termurah dengan kualitas barang-barang terbaik.

Tapi ibuku menolaknya karena ayahku sebentar lagi pulang dari kantor. Kata ibuku,"Mama tak akan pernah meninggalkan papa sendirian". Hal itu yang selalu dicamkan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang perempuan aku harus patuh pada suamiku dan selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang perempuan harus bisa menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu menurut mereka, itu hanya janji pernikahan, omong kosong belaka. Tapi aku tak pernah memperdulikan mereka, aku percaya nasihat ibuku.

Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami mengalami duka, setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi dan menjadi lumpuh. Dokter mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi sehingga ia harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat tidur. Ayahku, seorang pria yang masih sehat diusianya yang lebih tua, tapi ia tetap merawat ibuku, menyuapinya, bercerita banyak hal padanya, mengatakan padanya kalau ia mencintainya. Ayahku tak pernah meninggalkannya, selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya, ia masih suka bercanda-canda dengan ibuku. Ayahku pernah mencatkan kuku tangan ibuku, dan ketika ibuku bertanya ,"untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan jelek sekali". Ayahku menjawab, "aku ingin kau tetap merasa cantik". Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, ia merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Para kenalan yang mengenalnya sangat hormat dengannya. Mereka sangat kagum dengan kasih sayang ayahku pada ibuku yang tak pernah pudar. Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum, "Kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku... kau tahu kenapa?" Aku menggeleng dan ibuku melanjutkan, "karena aku tak pernah meninggalkannya..."

Itulah kisah cinta ayah dan ibuku. Mereka memberikan kami, anak-anaknya pelajaran tentang tanggung jawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.
Telapak tangan anda berkeringat, hati anda deg-degan,
suara anda nyangkut di dalam tenggorokan anda?
Hal itu bukanlah cinta, tapi suka ...

Apakah tangan anda tidak dapat berhenti memegang dan
menyentuhnya?
Hal itu bukanlah cinta, tapi birahi ...

Apakah anda bangga dan selalu ingin memamerkannya kepada
semua orang?
Hal itu bukanlah cinta, tapi anda sedang mujur...

Apakah anda menginginkannya karena anda tahu dia akan
selalu di samping anda?
Hal itu bukanlah cinta, tapi kesepian ...

Apakah anda masih bersama dia karena semua orang
menginginkannya?
Hal itu bukanlah cinta, tapi kesetiaan ...

Apakah anda menerima pernyataan cintanya karena anda tidak
mau menyakiti hatinya?
Hal itu bukanlah cinta, tapi rasa kasihan ...

Apakah anda bersedia untuk memberikan semua yang anda suka
untuk dia?
Hal itu bukanlah cinta, tapi kemurahan hati ...

Apakah anda cemburu bila dia bicara dengan lelaki/wanita
lain?
Hal itu bukanlah cinta, tapi takut kehilangan ...

Apakah anda mengatakan padanya bahwa dia adalah satu
satunya hal yang anda pikirkan?
GOMBAL ...

Apakah anda masih bersamanya karena campuran dari rasa
nyeri dan kegembiraan yang tidak dapat digambarkan
kata-kata?
Itulah cinta ...

Apakah anda masih menerima kesalahannya karena hal itu
adalah bagian dari kepribadiannya?
Itulah cinta ...

Apakah anda tertarik pada orang lain, tapi masih
bersamanya dengan setia?
Itulah cinta ...

Apakah anda rela memberikan hati anda, kehidupan anda, dan
kematian anda?
Itulah cinta ...

Apakah hati anda tercabik bila dia sedang sedih?
Itulah cinta ...

Apakah anda menangis untuk kepedihannya biarpun dia cukup
tegar?
Itulah cinta ...

Apakah anda ikut terluka bila dia sedang sakit?
Itulah cinta ...

Apakah anda selalu ingin menyentuhnya, memeluknya karena
anda sayang kepadanya?
Itulah cinta ...

Apakah matanya melihat hati anda yang sesungguhnya dan
menyentuh jiwa anda secara dalam sekali sampai terasa
nyeri?
Itulah cinta ...

Cinta memang merupakan sesuatu yg ABSURD and Unexplain,
tapi yg terpenting mencintailah karena itu adalah sesuatu
yang dianugerahi oleh Allah.
Terimalah pasangan anda dgn segala kekurangan dan kelebihannya.
Cinta itu harus saling memberi dan menerima dgn segala keikhlasan hati
"Jika sekarang Anda memiliki seorang yang sangat dicintai, ingatlah selalu kebaikannya, sayangilah segalanya, agar segala perasaan yang indah menjadi nyata."


Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak seberapa. Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku bersahabat dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia adalah orang yang penuh pengertian dan lemah lembut.

Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami semakin menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman. Pada suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan saya tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?" Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk.

Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari pertunangan kami berdua. Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia menaiki pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga mendapatkan sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan dan melepas kerinduan.

Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah anjing di jalan raya, mendadak menikung tajam.....

Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan. Saat siuman telah berada di rumah sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur saya. Mereka lantas memanggil dokter.

"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yg keluar. Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya? Dokter mendatangiku dan memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.

Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa saya tidak dapat bersuara? Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka, untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."

"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak bersuara. Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah. Suara telepon yang didambakan waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini. Saya tidak lagi keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai berpikir untuk pindah rumah. Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang diketahui hanyalah saya telah membatalkan pertunangan kami, setiap telepon darinya tidak mendapatkan jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan batu yang tenggelam ke dasar lautan.

Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan. Saya berdiam diri, tidak mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan terdengar tergesa-gesa. Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan langkah kakinya yang berat, pergi membuka pintu.

Saat itu, di dalam rumah mendadak hening. Dia telah muncul, berdiri di depan pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan berjalan ke hadapanku, dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata, "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu. Dalam satu tahun ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi
untuk hari ini. Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu merupakan orang yang paling kucintai. Selain kamu, saya tidak akan mencintai orang lain, marilah kita menikah!"

"Friends are angels who lift us to our feet when our wings have trouble remembering how to fly." (Unknown, Friendship Quotation)
“Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua
mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan
Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah
Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada Professor dipersilahkan.
…”

Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi
pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai
Nil, Kairo.

Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan
disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti
mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan
kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di
televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah
menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa.
Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan
berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang
tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung
shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang
kacamatanya, lalu…

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu’ala Rasulillah, amma ba’du.
Sebelumnya saya mohon ma’af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya
para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini
perkenankan saya bercerita…
Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan
cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya,
yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya,
mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil
hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah
lumpurnya.


Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras,
melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan
kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.
Tiga puluh tahun yang lalu …
Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke
atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan “Pasha” yang terhormat
di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga
aristokrat terkemuka di Ma’adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan
Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit
politik di negeri ini.

Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam
suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup
sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga
besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau
kalangan high class yang sepadan!

Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini. Saya
merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan
keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih
merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah
yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini
ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan
tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang
yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap
memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli.

Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu
mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah dengan
selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri,
ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di
dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah
hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan
istana Raja Faruq.

Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali
saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar
lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau
menolak mentah-mentah.

“Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja” tegas ayah.

Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah
habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati,
saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh
pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan
kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung
hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan
kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi,
sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah
menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta
ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan.
Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka
datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami
ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.

Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada
keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan
saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan
kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian
serta tutur bahasanya yang halus.
Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya
beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas
yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak
boleh terjadi selamanya!

Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan
dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya
nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak
terkira.

Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku
sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang
cukur….tukang cukur, ya… sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan
bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati.
Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik
kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak
dilakukan para bangsawan “Pasha”. Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter,
seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak
mengecap bangku pendidikan.

Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri
sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa
pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu
langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500
ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil
seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak
direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina,
bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke
berapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar?
Dengan enteng ayah menjawab. “Karena kamu memilih pasangan hidup dari
strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar
adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat
keluarga besar Al Ganzouri.”
Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah
saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat
sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang
jelas berzina justru difasilitasi.

Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup
saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan
bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain
menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini
kebenarannya. Itu saja.

Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan
penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan
beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata
illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui
penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan
putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih
keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah
dengan saya.

Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak pernikahan
ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak
karena alasan membela kehormatan.

Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya
kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri
penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor
ma’dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku.
Kami berikan identitas kami dan kami minta ma’dzun untuk melaksanakan akad
nikah kami secara syari’ah mengikuti mahzab imam Hanafi.
Ketika Ma’dzun menuntun saya, “Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima
nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita
sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah.”

Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3
sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu.
Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata
Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan
kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir.
Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami
membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata. Begitu
mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan
segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa
apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang
sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar
ongkos akad nikah di kantor ma’dzun.

Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis
lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound,
tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!

Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di
jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada
puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara
campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca
bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa
berdaya dan hidup menjalari sukma kami.
“Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini.
Maafkan Kanda!”
“Tidak… Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah
berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa
menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil.
Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah.
Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.
Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda
tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada
mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu
ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita
berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru.
Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita
saat ini,” jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.

Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa
optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi
teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan
sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan
dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di
emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam
kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin
kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa
uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.

Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50
pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang
murah.

Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali
bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya
berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan
perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil
menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi
kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah
untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan
mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami.

Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika
seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai
mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang
membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan
uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk
3 bulan.

Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami
pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah
kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan
satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu
saja… tak lebih.

Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap
bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan
melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia
adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia
merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.
Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan
cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan
gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika
percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari
semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling
nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat
Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak
menikmati indahnya wajah Allah SWT.

Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak
memperoleh segala cinta di surga.
Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus
mendekatkan diri kepada-Nya.

Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur’an, lalu memakai jilbab, dan tiada
putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi’ah Adawiyah
yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah
dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang
berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa
bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai
mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 poud yang tersisa setelah
membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.

Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun
mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita
hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang
bilang tanpa disengaja,”Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua,
ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya.”
Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa
kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil
layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar
menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter
yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu
membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan- pertolongan
mereka.

Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami
terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil
sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan
mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor
dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala
perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu
juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka
robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu
mereka keluar dengan ancaman, “Kalian tak akan hidup tenang, karena berani
menentang Tuan Pasha.”

Yang mereka maksudkan dengan Tuan “Pasha” adalah ayah saya yang kala itu
pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua
berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu
kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang
berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang
sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja
dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur
kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah
sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.

Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup
tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang
skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna
susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini.
Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak
kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.

Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan
niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil
memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar
menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak
menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan
saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.

Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta
beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.
Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun
marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan
segala sesuatu lebih matang.

Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun
penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak
ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan.
Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai.
Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan
isteri tercinta.

Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan
hamba-hamba- Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia
mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami.
Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah
SWT.

Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada
kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam
itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia
tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang
penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia &
lepas dari belenggu derita:

Sambil menatap kaki langit
Kukatakan kepadanya
Di sana… di atas lautan pasir kita akan berbaring
Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba
Bukan karna ketiadaan kata-kata
Tapi karena kupu-kupu kelelahan
Akan tidur di atas bibir kita
Besok, oh cintaku… besok
Kita akan bangun pagi sekali
Dengan para pelaut dan perahu layar mereka
Dan akan terbang bersama angin
Seperti burung-burung

Yah… saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa
dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia
ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program
Magister bersama!

“Gila… ide gila!!!” pikirku saat itu. Bagaimana tidak…ini adalah saat
paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai
dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak
berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar
Magister dan menjawab logika yang saya tolak:

“Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran
dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar
sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan.
Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk
sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita
wujudkan mimpi indah kita.”

Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau
ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun
luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan
kekuatan jiwanya.

Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki
hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan
kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami
hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang
kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari
kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.

Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam
suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati
dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk
beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.

Siang hari, jangan tanya… kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu,
terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.

Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal
atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh,
menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis,
itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.
Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.
Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.
Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini.
“Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang…” bisiknya mesra sambil tersenyum.
Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.

Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.
Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.
Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang ‘edan’. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:
“Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan.”
Kucium kening istriku, dan bismillah… kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.
Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.
Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.
Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.
Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami.
Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz…”
Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus.
Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?", tanya suami saya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya. Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?" Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya : Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?" Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok". Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan ..."Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya. Saya melanjutkan untuk membacanya. "Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami”.
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti,saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir menangisi kematian saya."
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah,bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya. Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

Mencari cinta sejati di dunia ini mungkin hanya khayalan yang takkan pernah ada ujung, tapi kamu harus yakin bahwa suatu saat kamu pasti mendapatkan “Pangeran” dalam hidup kamu. Setiap hubungan kasih yang kandas di tengah jalan, akan selalu memberikan sebuah pelajaran berharga bagi kamu. Dengan adanya PHK (Putus Hubungan Kasih) kamu bakal lebih tahu tentang siapa sebenarnya diri kamu, seberapa besar komitmen kamu terhadap yang namanya cinta dan yang lebih penting dengan seringnya terjadi PHK, kamu akan lebih mengetahui tentang apa yang kamu cari (inginkan) dan apa yang tidak kamu inginkan dari pasangan kamu.

So, jangan pernah putus asa untuk terus mencari cinta sejati. Bila hari ini kamu jatuh cinta, siapa tahu dia adalah cinta sejati yang kamu cari selama ini. Berikut ini adalah 9 tanda, kamu telah menemukan “Pangeran” dalam hidup kamu dan menemukan “true love”, cinta sejati yang kamu cari dalam hidup ini.

1. Kamu merasa nyaman dan tenang dengan hubungan yang terjadi diantara kamu. Kamu begitu mempercayai bahwa dia tidak akan menyakiti kamu. Jadi, tidak perlu ada yang namanya cemburu atau khawatir bahwa pasangan kamu bakal selingkuh di belakang kamu.

2.Kamu berdua “sukses” menjalani hari-hari dengan kebersamaan, apakah itu hari yang buruk maupun hari dimana kamu mendapatkan kebahagiaan. Apapun situasi yang dihadapi, kebersamaan senantiasa ada di antara kamu.

3. Dalam cinta sejati tidak ada yang namanya drama, kepuraan-puraan ataupun sandiwara. Sebagai contoh, kamu tidak perlu berpura-pura marah hanya untuk mengetes kesabaran pasangan kamu, atau tidak harus mengikuti acara “Playboy Cap Kabel” hanya untuk menguji kesetiaan pasangan kamu.

4. Tidak ada kekerasan dalam sebuah hubungan cinta, sedikitpun!

Perbedaan yang ada, tidak lantas menjadi jurang pemisah tapi justru jadi perekat untuk hubungan kamu dan kamu berdua bisa lebih mengerti tentang arti “hormat menghormati”

5. Seks atau tanpa Seks, bukanlah sebuah masalah. Bila pasangan kamu hanya memikirkan tentang seks semata, emh…. mending lupain bahwa dia adalah cinta sejati kamu.

6. Dalam cinta sejati tidak ada yang namanya “pengorbanan” yang ada hanya komitmen.

7. Kamu berdua saling mendukung untuk mencapai cita-citanya masing-masing.

8. Tidak ada tekanan, keberatan ataupun isu-isu lain yang bisa menghambat hubungan kamu, entah itu dari teman-teman kamu, sahabat, dan yang terpenting dari pihak keluarga. Mereka “merestui” dengan hubungan yang terjadi diantara kamu.

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.

Cinta…

Jika anda memilikinya, anda tidak memerlukan sesuatu pun yang lain

Dan jika anda tidak memilikinya, apa pun yang lain yang anda miliki tidak banyak berarti

Cinta tidak dapat dipaksakan

Cinta tidak dapat dibujuk dan digoda

Cinta muncul dari Surga tanpa topeng dan tanpa dicari

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Cinta yang dikaitkan dengan kepentingan pribadi akan berubah menjadi putus asa.

Cinta bukanlah dari kata-kata tetapi dari segumpal keinginan diberi pada hati yang memerlukan.

Cinta pertama adalah kenangan, Cinta kedua adalah pelajaran, dan cinta yang seterusnya adalah satu keperluan karena hidup tanpa cinta bagaikan masakan tanpa garam. Karena itu jagalah cinta yang dianugerahkan itu sebaik-baiknya agar ia terus mekar dan wangi sepanjang musim.

Tangisan bukanlah pengobat cinta karena ia tidak mengerti perjalanan hati nurani.

Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorangpun pandai menilai cinta karena cinta bukanlah suatu objek yang bisa dilihat oleh kasat mata, sebaliknya cinta hanya dapat dirasakan melalui hati dan perasaan.

Dalam sebuah percintaan, janganlah kamu sesali perpisahan tetapi sesalilah pertemuan. Karena tanpa pertemua tidak akan ada perpisahan.

Ibaratkanlah kehilangan cinta itu seumpama hilangnya cincin permata di lautan luas yang tiada bertepi dan harus dilupakan.

Cinta yang suci dapat dilihat dari pengorbanan seseorang, bukanlah dari pemberian semata.

Hidup tanpa cinta seperti makanan tanpa garam. Oleh karena itu, kejarlah cinta seperti kau mengejar waktu dan apabila kau sudah mendapat cinta itu, jagalah ia seperti kau menjaga dirimu. Sesungguhnya cinta itu karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Cinta sebenarnya tidak buta. Cinta adalah sesuatu yang murni, luhur dan diperlukan. Yang buta adalah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa suatu pertimbangan.

Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu, jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang dihatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.

Cinta tidak selalu bersama jodoh, tapi jodoh selalu bersama cinta.

Cinta lebih mudah mekar dihati yang sedang dilanda kecewa, cinta seperti ini adalah cinta yang mengharapkan belas kasihan, oleh karena itu, bila sepi telah punah maka biasanya cinta juga akan turut terbang.

Cinta dimulai dengan senyuman, tumbuh dengan dekapan dan seringkali berakhir dengan air mata.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping. Dan hanya dengan mendengar kata “Hai”darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya.

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

Jika kamu mengerti seperti apa cinta yang tulus, cintailah aku seperti itu. Jangan lebih, sebab hanya cinta seperti itu yang kubutuh.

Jika kamu mengerti seperti apa kasih suci itu, kasihilah diriku, seputih kasih itu, karena hanya putih kasihmu yang kumau.

Jika memang benar kau dan aku ditakdirkan bersatu, maka takkan ada satupun yang bisa memisahkan kita.

Hal terberat yang kita lakukan adalah melihat orang yang kita cintai mencintai orang lain.

Hanya diperlukan waktu semenit untuk menafsir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang, tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Rasa cinta akan semakin terasa ketika kita kehilangan dan sadar bahwa betapa kita telah menyia-nyiakannya.

Aku mencintaimu kekasihku, sebelum kita berdekatan, sejak pertama kulihat engkau. Aku tahu ini adalah takdir. Kita akan selalu bersama dan tidak akan ada yang memisahkan kita.

Cinta adalah tamu yang selalu datang tanpa undangan tapi kepergiannya tidak pernah diharapkan. Dan sesungguhnya hati akan merasa memiliki cinta apabila cinta itu telah pergi.

Cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja siapa tahu pada suatu hari kelak ia akan berbalik menjadi orang yang kau benci dan bencilah orang yang kau benci sekedarnya saja siapa tahu pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang kau cintai.

Satu-satunya tujuan dalam suatu hubungan adalah belajar bagaimana kita dapat menjadi manusia yang mencinta.

Ketika cinta memanggilmu maka dekatilah dia walau jalannya terjal berliku, jika cinta memelukmu maka dekaplah ia walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu. (Kahlil Gibran)

Jatuh cinta adalah hal yang mudah, memeliharanya pun tak sulit, kesepian manusia sudah cukup menjadi penyebabnya. Yang sulit dicari adalah teman yang kehadirannya terus menerus menjadikan dia orang yang terus diinginkan. (Anna Loise Strong)

Aku mencintaimu bukan karena dirimu, tetapi dikarenakan bagaimana aku ketika bersamamu. (Roy Croft)

Aku tidak pernah tahu bagaimana cara memuja sampai aku mengetahui bagaimana cara mencinta. (Henry Word Beercher)

Dengan sentuhan cinta setiap orang menjadi penyair. (Plato)

Jika Anda bisa membuat orang lain tertawa, maka Anda akan mendapatkan semua cinta yang Anda inginkan. (Art Buchwald)

Cinta bukanlah sumber kebahagiaan tetapi ketiadaan adalah sumber kesedihan. (Russel)

Ketika kekuatan akan cinta melebihi kecintaan akan kekuasaan, maka dunia pun menemukan kedamaian. (Jimi Hendrix)

Mencintai artinya berbagi kebahagiaan demi kebahagiaan orang yang kita cintai. (GW Von Leibnitz)

Kebahagiaan utama dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai. (Victor Huo)

Kita dibentuk dan diperindah oleh apa yang kita cintai. (Johan Wolfgang Von Goethe)

Usia tidak melindungi anda dari cinta, tetapi cinta melindungi anda dari usia. (Jeanne Moureau)